skip to main |
skip to sidebar
Teleport Masih Fiksi, Santet Sudah Nyata
Perkembangan penelitian Quantum Teleportation selama lima tahun
terakhir membuat banyak ilmuwan makin percaya bahwa teknologi teleport
dalam film Star Trek dapat diwujudkan.
Tahun 2007, para ilmuwan
baru bisa mengkondisikan material di satu tempat dengan material di
tempat lain. (sumber) Tahun 2011, para ilmuwan telah berhasil
mengirimkan partikel photon hingga mencapai jarak 89 mil. (sumber)
Kini negara-negara maju tengah bersaing untuk menjadi negara pertama
yang menemukan teknologi teleport. Klasemen sementara saat ini, China
yang memimpin persaingan.
Sebenarnya, Amerika telah lebih
unggul dalam mengkondisikan material agar bisa di-teleport. Hal ini
dibuktikan dengan pengkondisian materi bola emas yang bisa mengambang di
atas meja kaca (sumber). Namun sayangnya, penelitian Quantum Teleport
di Amerika dihentikan pendanaannya pada tahun 2008.
Hanya saja,
peneliti negara maju cuma bisa memindahkan partikel photon, sedangkan
dukun santet di Indonesia sudah mampu memindahkan jarum, paku, beling,
lipan, kecoa dan lain-lain ke dalam tubuh manusia. Mana yang lebih
canggih coba?
Jangan ketawa dulu … Pihak Amerika yang berhasil
mengkondisikan bola emas bukanlah institusi yang murni bergerak dalam
bidang fisika kuantum, melainkan National Institute of Health! Health?
Kesehatan? Yeps! Penelitian kesehatan sudah mencapai tahap fisika
kuantum sehingga ada usaha melakukan penyembuhan melalui gelombang
elektromagnetik. Dan perlu kita tahu bahwa fenomena santet bisa kita
saksikan di Museum Kesehatan di Surabaya. Sama-sama masuk ke kesehatan,
bukan? Hahaha …
Dalam Museum Kesehatan di Surabaya, ditayangkan
foto-foto proses santet dalam acara  Seminar Budaya Tabloid POSMO
Tahun 2002 yang bertajuk Membedah Santet dan Pengobatan Supranatural.
Ditujukkan bagaimana beberapa jarum tiba-tiba berubah menjadi cahaya dan
masuk ke dalam tubuh ayam. Setelah ayamnya disembelih, jarum-jarum itu
tertancap di jantung dan ulu hatinya.
Penggambaran sederhana
tentang santet adalah mengubah jarum menjadi gelombang kemudian
mengirimkannya masuk ke dalam tubuh korban. Gambaran sederhana ini tidak
bertentangan dengan fisika kuantum karena setiap materi memang memiliki
dualisme, sebagai gelombang maupun sebagai partikel.
Dualisme
gelombang dan partikel memungkinkan terjadinya fenomena lipatan ruang
dan waktu. Hal ini karena gelombang dapat merambat dengan kecepatan
cahaya, dan kita tahu bahwa kecepatan cahaya adalah kecepatan mutlak dan
tak ada yang bisa lebih cepat lagi. Dengan kata lain, kecepatan cahaya
adalah ujung dimensi ruang-waktu tempat kita berada sekarang.
Sulit juga menjelaskannya karena Fisika Kuantum sangat jauh berbeda
dengan Fisika Klasik Newtonian. Karna sebagian besar penduduk dunia
masih berpikir menggunakan filosofi Newtonian, maka cara terbaik
menjelaskan fenomena kuantum adalah dengan analogi Newtonian. Meskipun
penjelasan analogis kadang menyesatkan karena tidak memuat seluruh
aspek, namun analogi adalah cara yang terbaik.
Sebelum beranjak
lebih jauh, kita lihat fenomena Sonic Boom atau terbentuknya kerucut
kabut pada saat pesawat menembus kecepatan suara, seperti gambar di
bawah ini:
Kabut tersebut terbentuk karena gelombang suara yang
menyatu mengakibatkan udara di sekitar pesawat mengalami kondensasi.
Dengan kata lain, kita bisa mengubah  udara menjadi kabut dengan
memodifikasi gelombang suara. Nah, jika menggunakan gelombang suara yang
primitif aja bisa mengubah udara jadi kabut, apa yang bisa kita lakukan
dengan gelombang elektromagnet yang bisa mencapai ujung dimensi?
Interaksi gelombang elektromagnetik banyak dibahas dalam Quantum
Entanglement. Tahu apa itu Quantum Entanglement? Kalo engga tau juga
engga masalah, karena memang tidak ada yang tahu. Aku sendiri peneliti
independen fisika kuantum sejak 2000 juga engga benar-benar tahu. Kalo
ada yang tahu, tentulah namanya bukan entanglement atau bahasa
Indonesianya berbelit-belit.
Contoh kasus quantum entanglement
adalah ketika seekor anak anjing dipisah dari induknya dalam jarak
ratusan mil. Si anak anjing ditakut-takuti sehingga denyut jantung anak
anjing berdetak makin cepat. Sang induk anjing yang engga di apa-apain
tiba-tiba denyut jantungnya sama seperti denyut jantung si anak anjing.
Nah, kira-kira apa yang menyebabkan denyut jantung induk anjing sama
seperti anaknya? Tidak pernah ada penjelasan yang memuaskan, makanya
disebut entanglement alias berbelit-belit!
Penjelasan yang
paling diterima dalam kasus anjing di atas adalah adanya gelombang
elektromagnetik yang diberi nama non-local signal. Riset lebih lanjut
menunjukkan bahwa non-local signal tidak hanya terjadi ada mahluk hidup,
tapi juga terjadi pada batu permata. Jika manusia maupun benda mati
sama-sama memiliki non-local signal, maka tidak tertutup kemungkinan
manusia bisa mensinkronkan sinyal tersebut untuk melakukan santet.
Sayangnya, fenomena santet tak jauh beda dengan fenomena kekayaan seni
budaya dan kekayaan alam di Indonesia. Diabaikan dan dibiarkan diolah
oleh asing. Sampai kapan kita menjadi bangsa munafik yang mengingkari
kelebihan dan kekurangan bangsa kita sendiri, dan terus menerus
bercermin mematut-matutkan diri dengan budaya asing?
Semoga
kelak kita memiliki pemerintahan yang membuat kita menjadi bangsa yang
penuh percaya diri, sehingga muncul generasi pemberani bagai generasi
Star Trek ….
To explore strange new worlds
To seek out new life and new civilizations
To boldly go where no man has gone before
Tidak ada komentar:
Posting Komentar