Selasa, 09 Oktober 2012

Teleport Masih Fiksi, Santet Sudah Nyata



Perkembangan penelitian Quantum Teleportation selama lima tahun terakhir membuat banyak ilmuwan makin percaya bahwa teknologi teleport dalam film Star Trek dapat diwujudkan.

Tahun 2007, para ilmuwan baru bisa mengkondisikan material di satu tempat dengan material di tempat lain. (sumber) Tahun 2011, para ilmuwan telah berhasil mengirimkan partikel photon hingga mencapai jarak 89 mil. (sumber)

Kini negara-negara maju tengah bersaing untuk menjadi negara pertama yang menemukan teknologi teleport. Klasemen sementara saat ini, China yang memimpin persaingan.

Sebenarnya, Amerika telah lebih unggul dalam mengkondisikan material agar bisa di-teleport. Hal ini dibuktikan dengan pengkondisian materi bola emas yang bisa mengambang di atas meja kaca (sumber). Namun sayangnya, penelitian Quantum Teleport di Amerika dihentikan pendanaannya pada tahun 2008.

Hanya saja, peneliti negara maju cuma bisa memindahkan partikel photon, sedangkan dukun santet di Indonesia sudah mampu memindahkan jarum, paku, beling, lipan, kecoa dan lain-lain ke dalam tubuh manusia. Mana yang lebih canggih coba?

Jangan ketawa dulu … Pihak Amerika yang berhasil mengkondisikan bola emas bukanlah institusi yang murni bergerak dalam bidang fisika kuantum, melainkan National Institute of Health! Health? Kesehatan? Yeps! Penelitian kesehatan sudah mencapai tahap fisika kuantum sehingga ada usaha melakukan penyembuhan melalui gelombang elektromagnetik. Dan perlu kita tahu bahwa fenomena santet bisa kita saksikan di Museum Kesehatan di Surabaya. Sama-sama masuk ke kesehatan, bukan? Hahaha …

Dalam Museum Kesehatan di Surabaya, ditayangkan foto-foto proses santet dalam acara  Seminar Budaya Tabloid POSMO Tahun 2002 yang bertajuk Membedah Santet dan Pengobatan Supranatural. Ditujukkan bagaimana beberapa jarum tiba-tiba berubah menjadi cahaya dan masuk ke dalam tubuh ayam. Setelah ayamnya disembelih, jarum-jarum itu tertancap di jantung dan ulu hatinya.

Penggambaran sederhana tentang santet adalah mengubah jarum menjadi gelombang kemudian mengirimkannya masuk ke dalam tubuh korban. Gambaran sederhana ini tidak bertentangan dengan fisika kuantum karena setiap materi memang memiliki dualisme, sebagai gelombang maupun sebagai partikel.

Dualisme gelombang dan partikel memungkinkan terjadinya fenomena lipatan ruang dan waktu. Hal ini karena gelombang dapat merambat dengan kecepatan cahaya, dan kita tahu bahwa kecepatan cahaya adalah kecepatan mutlak dan tak ada yang bisa lebih cepat lagi. Dengan kata lain, kecepatan cahaya adalah ujung dimensi ruang-waktu tempat kita berada sekarang.

Sulit juga menjelaskannya karena Fisika Kuantum sangat jauh berbeda dengan Fisika Klasik Newtonian. Karna sebagian besar penduduk dunia masih berpikir menggunakan filosofi Newtonian, maka cara terbaik menjelaskan fenomena kuantum adalah dengan analogi Newtonian. Meskipun penjelasan analogis kadang menyesatkan karena tidak memuat seluruh aspek, namun analogi adalah cara yang terbaik.

Sebelum beranjak lebih jauh, kita lihat fenomena Sonic Boom atau terbentuknya kerucut kabut pada saat pesawat menembus kecepatan suara, seperti gambar di bawah ini:

Kabut tersebut terbentuk karena gelombang suara yang menyatu mengakibatkan udara di sekitar pesawat mengalami kondensasi. Dengan kata lain, kita bisa mengubah  udara menjadi kabut dengan memodifikasi gelombang suara. Nah, jika menggunakan gelombang suara yang primitif aja bisa mengubah udara jadi kabut, apa yang bisa kita lakukan dengan gelombang elektromagnet yang bisa mencapai ujung dimensi?

Interaksi gelombang elektromagnetik banyak dibahas dalam Quantum Entanglement. Tahu apa itu Quantum Entanglement? Kalo engga tau juga engga masalah, karena memang tidak ada yang tahu. Aku sendiri peneliti independen fisika kuantum sejak 2000 juga engga benar-benar tahu. Kalo ada yang tahu, tentulah namanya bukan entanglement atau bahasa Indonesianya berbelit-belit.

Contoh kasus quantum entanglement adalah ketika seekor anak anjing dipisah dari induknya dalam jarak ratusan mil. Si anak anjing ditakut-takuti sehingga denyut jantung anak anjing berdetak makin cepat. Sang induk anjing yang engga di apa-apain tiba-tiba denyut jantungnya sama seperti denyut jantung si anak anjing. Nah, kira-kira apa yang menyebabkan denyut jantung induk anjing sama seperti anaknya? Tidak pernah ada penjelasan yang memuaskan, makanya disebut entanglement alias berbelit-belit!

Penjelasan yang paling diterima dalam kasus anjing di atas adalah adanya gelombang elektromagnetik yang diberi nama non-local signal. Riset lebih lanjut menunjukkan bahwa non-local signal tidak hanya terjadi ada mahluk hidup, tapi juga terjadi pada batu permata. Jika manusia maupun benda mati sama-sama memiliki non-local signal, maka tidak tertutup kemungkinan manusia bisa mensinkronkan sinyal tersebut untuk melakukan santet.

Sayangnya, fenomena santet tak jauh beda dengan fenomena kekayaan seni budaya dan kekayaan alam di Indonesia. Diabaikan dan dibiarkan diolah oleh asing. Sampai kapan kita menjadi bangsa munafik yang mengingkari kelebihan dan kekurangan bangsa kita sendiri, dan terus menerus bercermin mematut-matutkan diri dengan budaya asing?

Semoga kelak kita memiliki pemerintahan yang membuat kita menjadi bangsa yang penuh percaya diri, sehingga muncul generasi pemberani bagai generasi Star Trek ….

To explore strange new worlds

To seek out new life and new civilizations

To boldly go where no man has gone before

Tidak ada komentar: