Jumat, 12 Agustus 2011

Manusia Sebagai Makhluk Pencari Kebenaran.


 tidak semua masyarakat mengikuti pemikiran para ahli filsafat yang anti Tuhan itu. Banyak diantara mereka yang tidak pernah puas dengan penjelasan para ahli pikir dunia masa lampau. Manusia menyadari bahwa dirinya berbeda dengan binatang. Adanya akal yang melengkapi makhluk bernama manusia, membedakannya dari makhluk yang lain. Dengan akalnya manusia terus bertanya, mencari jawaban atas setiap pertanyaan. Pertanyaan yang paling mendasar adalah Siapakah aku? Dari mana aku? Hendak kemana Aku? Pertanyaan-pertanyaan ini terus mengusiknya yang membutuhkan jawaban yang memuaskan. Termasuk pertanyaan tentang Tuhan dan alam semesta? Manusia ingin mengetahuinya dengan cara bertanya dan berpikir.
Dengan menggunakan akalnya inilah manusia berusaha untuk menemukan jawaban atas pertanyaan yang muncul pada dirinya. Menurut Endang Syaifudin Ansori, Manusia adalah hewan yang berpikir. Berpikir adalah bertanya. Bertanya adalah mencari jawaban. Mencari jawaban adalah mencari kebenaran. Mencari kebenaran akan Tuhan, alam dan manusia. Jadi pada akhirnya : Manusia adalah makhluk pencari kebenaran. (Endang Syaefuddin Anshari, Ilmu, Filsafat dan Agama, 1987)
Lalu apa itu kebenaran? Dalam dunia ilmu pengetahuan, kebenaran adalah kebenaran ilmiah, suatu pengetahuan yang jelas dari suatu obyek materi yang dicapai menurut obyek forma (cara pandang) tertentu dengan metode yang sesuai dan ditunjang oleh suatu system yang relevan. Pengetahuan demikian ini tahan uji baik dari verifikasi empiris maupun yang rasional.
Dalam pembahasan tentang teori kebenaran, Endang mengemukakan tiga teori yaitu teori korespondensi, teori konsistensi dan teori pragmatis. Uraian tiga teori itu dijelaskan sebagai berikut.
a. Teori korespondensi (coorespondence theory)
Adalah kebenaran atau keadaan benar itu berupa kesesuaian (correspondence) antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan apa yang sungguh merupakan halnya atau faktanya.
Menurut teori korespondensi, suatu pernyataan dianggap benar jika materi pengetahuan yang dikandung pernyataan itu adalah berkorespondens (bersesuaian) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Dengan kata lain, kebenaran itu adalah suatu pernyataan yang sesuai dengan kenyataan (fakta), tanpa memperhatikan idea atau pikiran. Contohnya “di luar rumah udaranya dingin”, pernyataan ini benar jika faktanya ketika kita keluar rumah memang udaranya dingin.
b. Teori konsistensi (consistence theory)
Teori ini disebut pula coherence, adalah kebenaran, tidak dibentuk atas hubungan antar putusan (gudgement) dengan sesuatu yang lain, yaitu fakta atau realitas, tetapi atas hubungan antara putusan-putusan itu sendiri. Atau secara sederhana dapat dikatakan nahwa menurut teori konsistensi, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu bersifat konsisten atau koheren dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar, tanpa mempedulikan fakta yang ada. Contohnya, “murid SMA Satu pintar-pintar” adalah pernyataan awal (terdahulu) yang benar. “Harno adalah murid yang pintar”, pernyataan ini dianggap benar jika Harno adalah murid SMA Satu. Dasar pembenaran pernyataan “Harno murid yang pintar” karena koheren dengan pernyataan sebelumnya, “murid SMA Satu pintar-pintar”.
c. Teori pragmatis (pragmatic theory)
Suatu proposisi adalah benar sepanjang proposisi itu berlaku, atau memuaskan. Menurut teori pragmatis, kebenaran bergantung kepada kondisi-kondisi yang berupa manfaat (utility), kemungkinan dapat dikerjakan (workability) dan konsekuensi yang memuaskan (satisfactory results).
Dengan perkataan yang lebih sederhana, sesuatu dianggap benar jika itu mempunyai manfaat fungsional atau menguntungkan dalam kehidupan praktis. Contohnya, pernyataan “system komputerisasi kantor adalah baik”. Pernyataan tersebut benar karena penggunaan computer di kantor-kantor sangat membantu proses (memper mudah dan mempercepat kerja) kegiatan di kantor.
Ketiga teori ini meski tidak seluruhnya tepat, namun yang paling mendekati adalah teori korespondensi, dimana pernyataan bisa dikatakan benar jika faktanya sesuai dengan pernyataan.
Bagaimana manusia dalam upaya mencari kebenaran? Jika permasalahan yang dipertanyakan menyangkut masalah-masalah idea, filsafat atau metafisika maka sulit untuk bisa memperoleh jawaban sebagai kebenaran. Siapa aku sebenarnya? Untuk apa aku hidup? Kemana aku nantinya? Benarkah Tuhan itu ada? Bagaimana membuktikannya? Mencari jawaban atas pertanyaan tersebut sangatlah sulit, demikianlah untuk menemukan kebenaran tentang permasalahan yang essensial dalam kehidupan manusia tidaklah bisa dicapai dengan teori-teori diatas.

Tidak ada komentar: