Minggu, 28 Agustus 2011

Tetapan distribusi iod dalam system kloroform-air.


I.            JUDUL PERCOBAAN
Tetapan distribusi iod dalam system kloroform-air.
II.         TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan tetapan distribusi iod dalam pelarut air-kloroform dengan cara ekstraksi Batch.
III.       LANDASAN TEORI
Ekstraksi pelarut menyangkut distribusi suatu zat terlarut (solute) diantara dua fase cair yang tidak saling bercampur. Teknik ekstraksi sangat berguna untuk pemisahan secara cepat dan bersih baik untuk zat organik maupun zat anorganik. Cara ini juga dapat digunakan untuk analisis makro maupun mikro. Selain itu untuk kepentingan analisis kimia, ekstraksi juga banyak digunakan untuk pekerjaan-pekerjaan preparatif dalam laboratorium. Alat yang digunakan dapat berupa corong pemisah (paling sederhana) alat ekstraksi soxhlet, sampai yang paling rumit berupa alat “Counter Current Craigt ” (Soebagio.2000:34).
Bila suatu zat terlarut membagi diri antara dua cairan yang tidak dapat campur, ada suatu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat terlarut dalam kedua fase pada kesetimbangan Nernst pertama kalinya memberikan pernyataan yang jelas mengenai hokum distribusi ketika dalam tahun 1891. Dia menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat campur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah kita menggunakan perbandingan distribusi (D) dengan memperhitungkan total zat di dalam kedua fase. Perbandingan distribusi dinyatakan sebagai berikut:
Konsentrasi kedua zat pada fase organik
            D=
                        Konsentrasi total zat pada fase air
(Khopkar.2007;90-91).
            Harga tetapan distribusi K tergantung pada jenis pelarut, zat terlarut, konsentrasi zat terlarut dan suhu. Menurut Nernst, hokum distribusi di atas hanya berlaku untuk zat terlarut yang tidak mengalami diasosiasi, asosiasi dan reaksi dengan pelarut (Tim dosen.2010:9)
            Jika tidak terjadi asosiasi, diasosiasi atau polimerisasi pada fase-fase tersebut dan keadaan yang kita punyai adalah ideal, maka harga Kd sama dengan D. Untuk tujuan praktis sebagai ganti harga Kd atau D, lebih sering digunakan istilah persen ekstraksi [E]. Ini berhubungan dengan perbandingan distribusi dalam persamaan sebagai berikut             
 dimana Vw         =volume fasa air
                                                Vo       =volume fasa organik
Bila volume fasa air dan organik sama yaitu Vo=Vw,D diubah menjadi           
Konstanta pada suatu polimer tertentu
                        [A]1/[A]2=tetapan
[A]1 menyatakan konsentrasi zat terarut A pada fase cair 1. Meskipun hubungan ini berlaku cukup baik dalam kasus-lasus tertentu, pada kenyataannya hubungan ini tidaklah ekstrak. Yang benar, dalam pengertian termodinamika, angka banding konsentrasi yang seharusnya konstan. Aktifitas suatu spasies kimia dalam satu fase memelihara suatu angka banding yang konstanterhadap aktifitas spesies itu dalam fase cair yang lain:
                        aA1/aA2=KDa
disini aAmenyatakan konsentrasi zat terlarut A dalam fase 1. Tetapan benar KDa disebut koefisien distribusi dari spesies A. Dalam perhitungan kira-kira yang memadai untuk banyak maksud, dapatlah konsentrasi bukannya aktifitas digunakan dalam problem yang melibatkan Kd (Underwood.1986).
            Dalam hokum distribusi Nernst jika [X]1 adalah konsentrasi zat terlarut dalam fase 1 dan [X]2  adalah konsentrasi dalam fase 2, maka pada saat kesetimbangan X1, X2 didapat Kd=[X]2/[X]1 dimana Kd =  koefisien distribusi. Partisi atau koefisien distribusi ini tidak tergantung pada konsentrasi total zat terlarut pada fase tersebut. Pada persamaan diatas, kita tidak menulis koefisien aktivitas zat pada fase organik maupun fase air. Ekstraksi dianggap kualitatif bila :E=100 berarti
           
Tidak terhinggajika Vo=Vw(Khopkar.2007.91).
            Rasio kegiatan dari terlarut 1A dalam air/organik akan tetap konstan dan independen dari total jumlah A (maka [A]org ᾶ [A]aq) sehingga pada suatu temperature tertentu
Distribusi konstanta berguna karena memberikan perhitungan konsentrasi analit yang tersisa dalam larutan tersebut, bahkan setelah beberapa ekstraksi pelarut terjadi. Mereka juga memberikan bimbingan dalam memilih cara yang paling efisien untuk melakukan pemisahan ekstraktif. Jadi konsentrasi A tersisa dalam larutan air setelah diekstraksi i dapat dicari dengan menggunakan organik
           
Dimana [A]i adalah konsentrasi A yang tersisa setelah ekstraksi Vaq mL larutan dengan konsentrasi [A]o dengan i merupakan bagian dari pelarut organik, masing-masing dengan volume Vorg (Annonim.2010).
IV.      ALAT DAN BAHAN
A.      Alat
1.      Labu Erlenmeyer bertutup asah 3 buah
2.      Buret 50 mL 3 buah
3.      Statif dan klem
4.      Corong pisah 3 buah (250mL)
5.      Neraca analitik
6.      Gelas kimia 100 mL
7.      Corong biasa
8.      Pipet volume 5 mL dan 25 mL
9.      Ball pipet
10.  Batang pengaduk
11.  Botol semprot
12.  Pipet tetes
B.     Bahan
1.      Natrium tiosulfat
2.      Iodium
3.      KI 0,1 N
4.      Kloroform
5.      Indicator amilum
6.      Aquadest
7.      Tissue
V.         PROSEDUR KERJA
1.      Membuat larutan iod dengan menimbang 25.4 gram iod dan melarutkan dengan KI 0,1 N sampai 1000 mL dan mengocok kuat-kuat hingga iod terlarut sempurna.
2.      Menentukan konsentrasi iod sebenarnya dengan titrasi iodometri (menggunakan larutan standar Na2S2O3).
3.      Mengambil 3 buah corong pisah dan mengisi dengan iod yang konsentrasinya telah diketahui.
4.      Menambahkan 25 mL kloroform ke dalam setiap corong pisah dan kocok kuat-kuat (15 menit) dan membiarkan hingga kedua pelrut terpisah.
5.      Mengeluarkan lapisan kloroform (lapisan bawah) dan tamping dalam labu Erlenmeyer bertutup asah.
6.      Menampung juga lapisan air dalam Erlenmeyer bertutup asah.
7.      Melakukan titrasi kloroform dengan larutan standar  Na2S2O3 sampai warna merah coklatdalam larutan tersebut hilang (tanpa menggunakan indicator amilum).
8.      Menitrasi lapisan air dengan  Na2S2O3 dengan menggunakan indicator amilum.
VI.      HASIL PENGAMATAN
·        Pembuatan larutan iod
Kristal iod 25,4 gram + KI (putih)                            coklat tua + air
1000mL dalam labu takar (coklat).
·        Penentuan konsentrasi iod sebenarnya
Larutan iod 5 mL        (coklat)         dititrasi  Na2S2O3         bening
Titrasi
Volume larotan iod
volume Na2S2O3
1
5 mL
11,6 mL
2
5 mL
11,7 mL
3
5 mL
11,7 mL
·        Konsentrasi iod dalam masing-masing pelarut
25 mL iod (coklat) + 25 mL kloroform (bening)                             coklat
Dikocok dan didiamkan 15 menit               2 lapisan                     atas air, bawah kloroform                           
Lapisan air                             dititrasi  Na2S2O3                                     kuning
+ amilum                    bening
Lapisan kloroform                             dititrasi  Na2S2O3                                         bening.

Corong pisah
Lapisan kloroform
Lapisan air
Volume tio
C1
Volume tio
C2
1
33,5 mL
0,1 N
22, 2 mL
0,1 N
2
33,9 mL
0,1 N
26,1  mL
0,1 N
3
31,7  mL
0,1 N
27,5  mL
0,1 N
           
VII.    ANALISIS DATA
1.      Penetuan konsentrasi iod sebenarnya
Dik :          V1=11,6mL
                  V2=11,7 mL
                  V3=11,7 mL
                  Ntio=0,1 N
                  Viod=5 mL
Penyelesaian:
ῡ= V1+V2+V3=11,6 mL +11,7 mL +11,7 mL=11,67 mL
      3                                  3
N iod =( ῡ x N) tio =11,67 mL x 0,1 N =0,2334 N
                  V iod               5 mL
b. penentuan koefisien distribusi sampel
dik; Ntio=0,1 N
            V sampel= 25 mL
1.      Corong pisah 1
-untuk lapisan kloroform
V tio=33,5 mL
Ckloroform=        (N X V)tio       =0,1 N X 33,5 mL      =0,134 N
                              V klorovorm               25 mL
-untuk lapisan air
V tio=22,2 mL
Cair           =          (N X V)tio       =0,1 N X 22,2 mL      =0,0889 N
                              V air                            25 mL
Penetuan Kd1      =Ckloro/cair
                        = 0,134N/0,0889N=1,57
2.      Corong pisah 2
-untuk lapisan kloroform
V tio=33,9 mL
Ckloroform=        (N X V)tio       =0,1 N X 33,9 mL      =0,1356 N
                              V klorovorm               25 mL
-untuk lapisan air
V air=26,1  mL
Cair           =          (N X V)tio       =0,1 N X 26,2  mL     =0,1044 N
                              V air                            25 mL
Penetuan Kd2      =Ckloro/cair
                        = 0,1356N/0,1044N=1,299
3.      Corong pisah 3
-untuk lapisan kloroform
V tio=31,7  mL
Ckloroform=  (N X V)tio       =0,1 N X 31,7 mL      =0,1268 N
                              V klorovorm               25 mL
-untuk lapisan air
V air=27,5  mL
Cair     =          (N X V)tio       =0,1 N X 27,5 mL      =0,11 N
                                    V air                25 mL
Penetuan Kd3      =Ckloro/cair
                        = 0,1268N/0,11N=1,153
Kd= Kd1+Kd2+Kd3               =1,057+1,299+1,153
            3                                              3
                                                =1,319

VIII. PEMBAHASAN
1.      Pembuatan larutan iod
Larutan iod dibuat dengan cara melarutkan larutan iod  dengan menggunakan lautan KI 0,1 N. larutan iod yang berwarna silver akan larut bila menggunakan Kristal KI 0,1 N putih menghasilkan larutan yang berwarna coklat. Kristal iod tidak larut dalam air karena gaya dipol aor tidak mampu untuk memecah ikatan pada iod, sehingga digunakan Kristal KI
0,1 N agar iod dapat larut dalam air bersama KI 0,1 N.
2.      Penentuan konsentrasi iod
Iod merupakan larutan standar sekunder yang belum diketahui konsentrasinya, sehingga sehingga perlu distandarisasi dengan larutan standar primer yaitu tiosulfat. Standarisasinya dilakukan dengan metode titrasi iodimetri yang merupakan titrasi terhadap iodin bebas oleh natrium tiosulfat. Larutan iod yang berwarna merah bata dititrasi dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warnanya kuning pucat dan ditambahkan dengan indicator amilum untuk menentukan titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi tercapai pada saat larutan yang semula berwarna biru tua menjadi bening pada saat telah terjadi titik akhir titrasi sesuai dengan reaksi:
2Na2S2O3 + I2                         2 NaI +  Na2S4O6
Dari hasil analisis data diperoleh konsentrasi iod sebenarnya sebesar 0,2334 N dengna 3 kali titrasi dengan volume titran rata-rata 11,67 mL
3.      Penentuan tetapan distribusi iod
Pada percobaan ini larutan iod dicampur dengan kloroform dengan komposisi yang sama dimasukkan ke dalam corong pisah dan dikocok kuat-kuat selama 15 menit agar agar iod dapat terdistribusi dengan sempurna baik kedalam air maupun dalam kloroform. Air disini berasal dari larutan iod yang sedikit masih mengandung air. Metode ini biasa disebut ekstraksi batch (ekstraksi sederhana). Semakin lama  dan semakin kuat kocokan maka iod yang terdistribusi juga semakin banyak. Larutan kemudian didiamkan dan dibiarkan terpisah hingga membentuk dua lapisan dalam corong pisah. Lapisan atas adalah lapisan air yang berwarna merah bata dan lapisan bawah adalah kloroform yang berwarna coklat. Pemisahan ini terjadi karena perbedaan kepolaran dan berat jenis dari kedua fasa tersebut, dimana air bersifat polar dan kloroform nonpolar. Lapisan kloroform berada pada bagian bawah karena massa jenis air lebih rendah dari kloroform yaitu 0,9986g/mL sedangkan massa jenis kloroform 1,489 g/mL.
Kedua lapisan kemudian dipisahkan dalam Erlenmeyer yang berbeda kemudian masing-masing dititrasi dengan larutan standar natrium tiosulfat 0,1 N. Titrasi larutan kloroform dilakukan tanpa penambahan indicator amilum karena iod sudah bersifat autoindikator yaitu dapat menjadi indicator bagi dirinya sendiri. Volume larutan  Na2S2O3 yang digunakan adalah 33,5 mL , 33,9 mL dan 31,7 mL. sementara itu lapisan air dititrasi dengan  Na2S2O3 sampai larutan kuning dan ditambahkan indicator amilum dan titrasi dilanjutkan hingga larutan berwarna bening. Volume Na2S2O3 yang digunakan yaitu 22,2 mL, 26,1 mL, 27,5 mL.  Dari analisis data pada corong pisah pertama iod yang terdistribusi pada kloroform 0,1340 N  dan iod yang terdistribusi pada lapisan air 0,0889 N jadi normalitas iod pada corong pisah pertama 0,2229 N sedangkan normalitas iod sebenarnya 0,2334N. Sedangkan pada corong pisah kedua iod yang terdistribusi pada kloroform 0,1356 N dan dan yang terdistribusi pada lapisan air 0,1044 N, jadi normalitas iod sebenarnya 0,2440 dan konsetrasi iod sebenarnya 0,2334 N. Pada corond pisah terakhir iod yang terdistribusi pada lapiosan kloroform normalitasnya 0,1268 N sedangkan iod yang terdistribusi pada air 0,11 N, jadi normalitas iod yang terdistribusi pada corong pisah ketiga 0,2368, normalitas iod sebenarnya 0,2334 N. Perbedaan normalitas iod yang terdistribusi dengan normalitas iod sebenarnya disebabkan karena pengocikan yang kurang maksimal pada corong pisah dan cara pemisahannya yang kadang lapisan air bercampur dengan lapisan kloroform. Pengukuran volume iod dan kloroform yang kurang teliti.
Dari pengukuran koefisien distribusi iod diperoleh koefisien distribusi pada corong pisah pertama, Kd=1,507, kedua Kd =1,299 dan ketiga Kd=1,153. Sehingga diperoleh koefisien distribusi iod 1,319. Kd > 1, dari harga Kd itu iod lebih banyak terdistribusi ke fase organic (kloroform) daripada ke fase air sesuai dengan hokum Nernst. Reaksi yang terjadi
I2 (CHCl3)                               I2 (H2O)
2Na2S2O3 + I2                         2 NaI +  Na2S4O6

IX.       SIMPULAN DAN SARAN
a.      Simpulan
1.      Konsentrasi iod sebenarnya dalam praktikum adalah 0,2334 N
2.      Pada corong pisah pertama  diperoleh koefisisen distribusi iod Kd=1,507, corong pisah kedua Kd=1,299dan pada corong pisah ketiga Kd=1,153, sehingga Kd rata-rata =1,319. Artinya iod lebih banyak terdistribusi pada lapisan (kloroform) daripada lapisan air.
b.      Saran
Sebaiknya laboran menyediakan bahan yang akan digunakan, jangan sampai praktikum sudah mau dilakukan sementara bahan yang akan digunakan sudah habis. Hal ini dapat memperlama waktu praktikum.

Tidak ada komentar: