I.
JUDUL
PERCOBAAN
“FLAME FOTOMETRI”
II.
TUJUAN
PERCOBAAN
Memperkenalkan cara
mengoperasikan alat dan menentukan suatu absorben suatu sampel.
III.
LANDASAN
TEORI
Peristiwa serapan atom
pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis hitam pada
spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang
analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya
ahli kimia banyak bergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode analisis
spektrografik. Selama bertahun-tahun detektor uap raksa mewakili analitis utama
dari absorpsi atom. Tekanan uap raksa logam cukup besar sehingga membahayakan
kesehatan dalam ruang yang ventilasinya tidak memadai. Detektor-detektor itu
pada dasarnya adalah spektrofotometri primitive, dimana sumbernya adalah sebuah
lampu uap raksa bertekanan rendah (Anonim, 2010).
Apabila cahaya dengan
panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom
bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan
intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam
yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan
dari Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium
transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya
ketebalan medium yang mengabsorbsi. Hokum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan
berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang
menyerap sinar tersebut (Anonim, 2010).
Atom-atom mengalami
transisi bila menyerap energi. Energi akan dipancarkan ketika atom terjatuh
(tereksitasi) kembali ke tingkat energi dasar. Detektor akan mendeteksi energi
terpancar tersebut. Cuplikan yang diukur oleh fotometer nyala dan AAS adalah
berupa larutan, biasanya air sebagai pelarut. Larutan cuplikan mengalir ke
dalam ruang pengkabutan, karena terisap oleh aliran gas bahan bakar dan oksigen
yang cepat. Berbeda dengan spektroskopi sinar tampak, metode ini tidak
memperdulikan warna larutan (Hendayana, 1995; 231 & 235).
Interaksi materi dengan
berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi, energi kimia dan energi
listrik selalu memberikan sifat-sifat yang karakteristik untuk setiap unsure
(atau persenyawaan), dan besarnya perubahan yang terjadinya biasanya sebanding
dengan jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat. Di dalam kimia analisis
yang mendasarkan pada proses interaksi itu antara lain cara analisis
spektrofotometri atom yang bisa berupa cara emisi dan cara absorbs (serapan)
(Rohman, 2005; 298-299).
Keberhasilan analisis
ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang
tepat. Tempratur nyala harus sangat tinggi. Pada umumnya fraksi atom
tereksitasi yang berada pada gas yang menyala, kecil sekali. Pengendalian
tempratur nyala penting sekali. Kita membutuhkan kontrol tertutup dari
tempratur yang digunakan untuk eksitasi. Kenaikan tempratur menaikan efisiensi
atomisasi. Tenaga radiasi emisi akan menentukan jumlah atom tereksitasi (Khopkar,
2007; 275-276).
Atomisasi dapat
dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur metalik
menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Tempratur harus
benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya
sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila tempratut
terlalu tinggi. Bahan bakar dan oksidator dimasukan dalam kamar pencampur
kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Nyala akan dihasilkan.
Sampel dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui
baffle. Tetapi hal ini tidak selalu sempurna ini, karena kadang kala nyala
tersedot balik ke dalam kamar pencamur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu
biasanya lebih disukai pembakar degan lubang yang sempit dan aliran gas
pembakar (Khopkar, 2007; 278).
IV.
ALAT
DAN BAHAN
A. Alat:
1. Labu
ukur 50 mL 5 buah
2. Gelas
ukur 10 mL 1 buah
3. Pipet
volume 5 mL 1 buah
4. Botol
semprot 1 buah
5. Flame
fotometer
6. Gelas
kimia 100 mL 1 buah
B. Bahan:
1. Mizone
2. Natrium
3. Kalium
V.
PROSEDUR
KERJA
1. Menyalakan
alat flame photometer. Menunggu hingga pada layar muncul tulisan “FLM”.
2. Membersihkan
selang kecil yang ada pada alat dan melakukan kalibrasi dengan menggunakan
larutan aki hingga angka 100 pada layar.
3. Mengganti
larutan aki dengan blanko (Na dan K) dengan konsentrasi yang berbeda-beda
(10-50 ppm). Mencatat nilai absorbansi yang muncul.
4. Mengganti
blanko dengan sampel dan mencatat absorbansi yang muncul.
5. Setiap
penggantian blanko atau sampel dengan konsentrasi yang berbeda, selang harus
dibersihkan dan dikalibrasi terlebih dahulu.
VI.
HASIL
PENGAMATAN
1. Blanko
[ ] ppm
|
Na
|
K
|
10
|
0,1
|
0,2
|
20
|
0,1
|
0,4
|
30
|
0,2
|
0,4
|
40
|
0,2
|
0,5
|
50
|
0,2
|
0,6
|
2. Sampel
- Massa
Na = 110 mg dalam 500 mL
- Massa
K = 95 mg dalam 500 mL
Volume sampel dalam 50 mL
|
Na
|
K
|
5 mL
|
0,1
|
0,4
|
7 mL
|
0,2
|
0,4
|
12 mL
|
0,2
|
0,5
|
15 mL
|
0,2
|
0,5
|
20 mL
|
0,3
|
0,6
|
VII.
ANALISIS
DATA
Dik: massa Na : 110 mg = 0,11 gram
massa K :
95 mg = 0,095 gram
volume :
500 mL = 0,5 L
Dik: konsentrasi setelah pengenceran = …..?
Peny:
·
M1Na =
=
=
0,22 g/L
=
0,22 x
=
2,2 x 105 ppm
·
M1K =
=
= 0,19 g/L
= 0,19 x
= 1,9 x 105 ppm
1. Pengenceran
untuk volume 5 mL
·
Untuk Na
V1M1
= V2M2
5 mL . 2,2 x 105 ppm = 50 mL M2
M2 =
M2 = 2,2 x
104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
5
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 1,9
x 104 ppm
2. Pengenceran
untuk volume 7 mL
·
Untuk Na
V1M1 = V2M2
7 mL
(2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 3,08
x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
7
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 = 2,66 x 104 ppm
3. Pengenceran
untuk volume 12 mL
·
Untuk Na
V1M1 = V2M2
12 mL
(2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
5,28 x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
12
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
4,56 x 104 ppm
4. Pengenceran
untuk volume 15 mL
·
Untuk Na
V1M1 = V2M2
15 mL
(2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
6,6 x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
15
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
5,7 x 104 ppm
5. Pengenceran
untuk volume 20 mL
·
Untuk Na
V1M1 = V2M2
20 mL
(2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
8,8 x 104 ppm
·
Untuk K
V1M1 = V2M2
20
mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
M2 =
M2 =
7,6 x 104 ppm
VIII. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan
untuk mengetahui cara mengoperasikan alat dan menentukan nilai absorban dari
suatu sampel. Pada percobaan ini digunakan alat yang disebut flame fotometer.
Prinsip kerja dari percobaan ini yaitu saat suatu unsur dilewatkan melalui
nyala, maka akan menyerap energy radiasi, sejumlah atom dalam keadaan
tereksitasi pada keadaan dasar akan menyerap energi dari panjang gelombang yang
karakteristik dan akan mencapai keadaan energi yang lebih tinggi.
Pada percobaan ini alat
dikalibrasi terlebih dahulu yang bertujuan menormalkan alat, yaitu dengan cara
memasukan selang kecil yang ada pada alat ke dalam larutan aki. Pada keadaan
normal nilai absorban akan memunculkan angka 100. Selanjutnya dilakukan
pengujian untuk blanko, blanko yang digunakan yaitu larutan Na dan larutan K
dengan konsentrasi yang berbeda-beda mulai dari 10 ppm sampai 50 ppm. Setiap
kali selesai menggunakan alat, untuk larutan dengan konsentrasi berbeda, alat
dikalibrasi terlebih dahulu untuk menormalkan alat kembali.
Dari percobaan yang
telah dilakukan, diperoleh nilai absorban untuk larutan Na pada konsentrasi 10
ppm adalah 0,1 sedangkan untuk K adalah 0,2. Untuk konsentrasi 20 ppm pada Na
sebesar 0,1 dan K sebesar 0,4. Untuk konsentrasi 30 ppm pada Na sebesar 0,2
ddan K sebesar 0,4. Untuk konsentrasi 40 ppm pada Na sebesar 0,2 dan K sebesar
0,5, dan untuk konsentrasi 50 ppm pada Na sebesar 0,2 dan K sebesar 0,6.
Selanjutnya dilakukan
untuk pengujian sampel, pada konsentrasi 2,2 x 104 ppm nilai absorba
Na sebesar 0,1, pada konsentrasi 3,08 x 104 ppm absorbannya sebesar
0,2. Pada konsentrasi 5,28 x 104 ppm sebesar 0,2. Pada konsentrasi
6,6 x 104 ppm juga sebesar 0,2 dan pada konsentrasi 8,8 x 104 ppm
nilai absorbannya sebesar 0,3. Sedangkan untuk K pada konsentrasi 1,9 x 104
ppm diperoleh nilai absorban sebesar 0,4; pada konsentrasi 2,66 x 104 ppm
nilai absorban sebesar 0,4; pada konsentrasi 4,56 x 104 ppm sebesar
0,5; pada konsentrasi 5,7 x 104 ppm sebesar 0,5 dan pada konsentrasi
7,6 x 104 ppm nilai absorbannya sebesar o,6.
Dari percobaan yang
dilakukan diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka nilai
absorbannya juga akan semakin tinggi. Hal ini telah sesuai dengan teori yang
menyatakan konsentrasi larutan berbanding lurus terhadap nilai absorban. Hal
ini dikarenakan semakin banyak partikel logam maka akan semakin banyak yang
tereksitasi yang akan kembali ke keadaan dasar sehingga sinar yang dipancarkan
akan semakin banyak terbaca sebagai emisi pada alat Flame photometer. Akan
tetapi terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara blanko dan sampel dimana
sampel memiliki konsentrasi yang lebih besar dibandingkan konsentrasi blnko
akan tetapi nilai absorbannya sama, hal ini kemungkinan dikarenakan kurangnya
ketelitian praktikan dalam percobaan.
IX.
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari percobaa yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin tingi konsentrasi larutan maka nilai
absorban larutan juga akan semakin tinggi.
B. Saran
Diharapkan kepada para
praktikan selanjutnya agar lebih berhati-hati dan teliti pada saat melakukan
percobaan agar data yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Analisis
Cd dan Cu dengan Metode SSA. http://junikomang.
com/ analisis-Cd-dan-Cu.html. Diakses pada 5 Desember 2010.
Anonim. 2010. Spektroskopi
Serapan Atom. http://fazza.blogspot. Com
/2009/ spektroskopi-serapan-atom. Diakses pada 5 Desember 2010.
Hendayana, Sumar. 1995. Kimia Analitik Instrumen Edisi Kesatu. Semarang: IKIP Semarang
Press.
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.
Rohman, Abdul. 2005. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Universitas Gadja Mada
Yogyakarta.
Tim Dosen Kimia Analitik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Instrumen. Makassar: Labolatorium
Kimia FMIPA UNM Makassar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar