Minggu, 16 Oktober 2011

“FLAME FOTOMETRI”


I.              JUDUL PERCOBAAN
     “FLAME FOTOMETRI”

II.           TUJUAN PERCOBAAN
Memperkenalkan cara mengoperasikan alat dan menentukan suatu absorben suatu sampel.

III.        LANDASAN TEORI
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, ketika menelaah garis-garis hitam pada spektrum matahari. Sedangkan yang memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli kimia banyak bergantung pada cara-cara spektrofotometrik atau metode analisis spektrografik. Selama bertahun-tahun detektor uap raksa mewakili analitis utama dari absorpsi atom. Tekanan uap raksa logam cukup besar sehingga membahayakan kesehatan dalam ruang yang ventilasinya tidak memadai. Detektor-detektor itu pada dasarnya adalah spektrofotometri primitive, dimana sumbernya adalah sebuah lampu uap raksa bertekanan rendah (Anonim, 2010).
Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada pada sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari Hukum Lambert: bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorbsi. Hokum Beer: Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut (Anonim, 2010).
Atom-atom mengalami transisi bila menyerap energi. Energi akan dipancarkan ketika atom terjatuh (tereksitasi) kembali ke tingkat energi dasar. Detektor akan mendeteksi energi terpancar tersebut. Cuplikan yang diukur oleh fotometer nyala dan AAS adalah berupa larutan, biasanya air sebagai pelarut. Larutan cuplikan mengalir ke dalam ruang pengkabutan, karena terisap oleh aliran gas bahan bakar dan oksigen yang cepat. Berbeda dengan spektroskopi sinar tampak, metode ini tidak memperdulikan warna larutan (Hendayana, 1995; 231 & 235).

Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi, energi kimia dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang karakteristik untuk setiap unsure (atau persenyawaan), dan besarnya perubahan yang terjadinya biasanya sebanding dengan jumlah unsur atau persenyawaan yang terdapat. Di dalam kimia analisis yang mendasarkan pada proses interaksi itu antara lain cara analisis spektrofotometri atom yang bisa berupa cara emisi dan cara absorbs (serapan) (Rohman, 2005; 298-299).
Keberhasilan analisis ini tergantung pada proses eksitasi dan cara memperoleh garis resonansi yang tepat. Tempratur nyala harus sangat tinggi. Pada umumnya fraksi atom tereksitasi yang berada pada gas yang menyala, kecil sekali. Pengendalian tempratur nyala penting sekali. Kita membutuhkan kontrol tertutup dari tempratur yang digunakan untuk eksitasi. Kenaikan tempratur menaikan efisiensi atomisasi. Tenaga radiasi emisi akan menentukan jumlah atom tereksitasi (Khopkar, 2007; 275-276).
Atomisasi dapat dilakukan baik dengan nyala maupun dengan tungku. Untuk mengubah unsur metalik menjadi uap atau hasil disosiasi diperlukan energi panas. Tempratur harus benar-benar terkendali dengan sangat hati-hati agar proses atomisasinya sempurna. Ionisasi harus dihindarkan dan ini dapat terjadi bila tempratut terlalu tinggi. Bahan bakar dan oksidator dimasukan dalam kamar pencampur kemudian dilewatkan melalui baffle menuju ke pembakar. Nyala akan dihasilkan. Sampel dihisap masuk ke kamar pencampur. Hanya tetesan kecil yang dapat melalui baffle. Tetapi hal ini tidak selalu sempurna ini, karena kadang kala nyala tersedot balik ke dalam kamar pencamur sehingga menghasilkan ledakan. Untuk itu biasanya lebih disukai pembakar degan lubang yang sempit dan aliran gas pembakar (Khopkar, 2007; 278).      

IV.        ALAT DAN BAHAN
A.    Alat:
1.      Labu ukur 50 mL 5 buah
2.      Gelas ukur 10 mL 1 buah
3.      Pipet volume 5 mL 1 buah
4.      Botol semprot 1 buah
5.      Flame fotometer
6.      Gelas kimia 100 mL 1 buah

B.     Bahan:
1.      Mizone
2.      Natrium
3.      Kalium

V.           PROSEDUR KERJA
1.      Menyalakan alat flame photometer. Menunggu hingga pada layar muncul tulisan “FLM”.
2.      Membersihkan selang kecil yang ada pada alat dan melakukan kalibrasi dengan menggunakan larutan aki hingga angka 100 pada layar.
3.      Mengganti larutan aki dengan blanko (Na dan K) dengan konsentrasi yang berbeda-beda (10-50 ppm). Mencatat nilai absorbansi yang muncul.
4.      Mengganti blanko dengan sampel dan mencatat absorbansi yang muncul.
5.      Setiap penggantian blanko atau sampel dengan konsentrasi yang berbeda, selang harus dibersihkan dan dikalibrasi terlebih dahulu.


VI.        HASIL PENGAMATAN
1.      Blanko
[ ] ppm
Na
K
10
0,1
0,2
20
0,1
0,4
30
0,2
0,4
40
0,2
0,5
50
0,2
0,6

2.      Sampel
-   Massa Na = 110 mg dalam 500 mL
-   Massa K = 95 mg dalam 500 mL
Volume sampel dalam 50 mL
Na
K
5 mL
0,1
0,4
7 mL
0,2
0,4
12 mL
0,2
0,5
15 mL
0,2
0,5
20 mL
0,3
0,6

VII.     ANALISIS DATA
Dik: massa Na : 110 mg = 0,11 gram
        massa K : 95 mg = 0,095 gram
        volume : 500 mL = 0,5 L
Dik: konsentrasi setelah pengenceran = …..?
Peny:
·         M1Na =  
  =
  = 0,22 g/L
 = 0,22   x
 = 2,2 x 105 ppm

·         M1K =
         =
         = 0,19 g/L
         = 0,19  x
         = 1,9 x 105 ppm

1.    Pengenceran untuk volume 5 mL
·      Untuk Na
 V1M1 = V2M2
5 mL . 2,2 x 105 ppm = 50 mL M2
  M2 =
     M2 = 2,2 x 104 ppm
·      Untuk K
       V1M1 = V2M2
5 mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
   M2 =
      M2 = 1,9 x 104 ppm

2.    Pengenceran untuk volume 7 mL
·      Untuk Na
   V1M1 = V2M2
7 mL  (2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
  M2 =
     M2 = 3,08 x 104 ppm
·      Untuk K
       V1M1 = V2M2
7 mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
   M2 =
                              M2 = 2,66 x 104 ppm

3.    Pengenceran untuk volume 12 mL
·      Untuk Na
     V1M1 = V2M2
12 mL  (2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
      M2 =
         M2 = 5,28 x 104 ppm
·      Untuk K
          V1M1 = V2M2
12 mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
     M2 =
                                M2 = 4,56 x 104 ppm

4.    Pengenceran untuk volume 15 mL
·      Untuk Na
     V1M1 = V2M2
15 mL  (2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
      M2 =
         M2 = 6,6 x 104 ppm
·      Untuk K
          V1M1 = V2M2
15 mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
     M2 =
                                M2 = 5,7 x 104 ppm

5.    Pengenceran untuk volume 20 mL
·      Untuk Na
     V1M1 = V2M2
20 mL  (2,2 x 105 ppm) = 50 mL M2
      M2 =
         M2 = 8,8 x 104 ppm
·      Untuk K
          V1M1 = V2M2
20 mL (1,9 x 105 ppm) = 50 mL M2
     M2 =
                                M2 = 7,6 x 104 ppm

VIII.  PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara mengoperasikan alat dan menentukan nilai absorban dari suatu sampel. Pada percobaan ini digunakan alat yang disebut flame fotometer. Prinsip kerja dari percobaan ini yaitu saat suatu unsur dilewatkan melalui nyala, maka akan menyerap energy radiasi, sejumlah atom dalam keadaan tereksitasi pada keadaan dasar akan menyerap energi dari panjang gelombang yang karakteristik dan akan mencapai keadaan energi yang lebih tinggi.
Pada percobaan ini alat dikalibrasi terlebih dahulu yang bertujuan menormalkan alat, yaitu dengan cara memasukan selang kecil yang ada pada alat ke dalam larutan aki. Pada keadaan normal nilai absorban akan memunculkan angka 100. Selanjutnya dilakukan pengujian untuk blanko, blanko yang digunakan yaitu larutan Na dan larutan K dengan konsentrasi yang berbeda-beda mulai dari 10 ppm sampai 50 ppm. Setiap kali selesai menggunakan alat, untuk larutan dengan konsentrasi berbeda, alat dikalibrasi terlebih dahulu untuk menormalkan alat kembali.
Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh nilai absorban untuk larutan Na pada konsentrasi 10 ppm adalah 0,1 sedangkan untuk K adalah 0,2. Untuk konsentrasi 20 ppm pada Na sebesar 0,1 dan K sebesar 0,4. Untuk konsentrasi 30 ppm pada Na sebesar 0,2 ddan K sebesar 0,4. Untuk konsentrasi 40 ppm pada Na sebesar 0,2 dan K sebesar 0,5, dan untuk konsentrasi 50 ppm pada Na sebesar 0,2 dan K sebesar 0,6.
Selanjutnya dilakukan untuk pengujian sampel, pada konsentrasi 2,2 x 104 ppm nilai absorba Na sebesar 0,1, pada konsentrasi 3,08 x 104 ppm absorbannya sebesar 0,2. Pada konsentrasi 5,28 x 104 ppm sebesar 0,2. Pada konsentrasi 6,6 x 104 ppm juga sebesar 0,2 dan pada konsentrasi 8,8 x 104 ppm nilai absorbannya sebesar 0,3. Sedangkan untuk K pada konsentrasi 1,9 x 104 ppm diperoleh nilai absorban sebesar 0,4; pada konsentrasi 2,66 x 104 ppm nilai absorban sebesar 0,4; pada konsentrasi 4,56 x 104 ppm sebesar 0,5; pada konsentrasi 5,7 x 104 ppm sebesar 0,5 dan pada konsentrasi 7,6 x 104 ppm nilai absorbannya sebesar o,6.
Dari percobaan yang dilakukan diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu larutan maka nilai absorbannya juga akan semakin tinggi. Hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan konsentrasi larutan berbanding lurus terhadap nilai absorban. Hal ini dikarenakan semakin banyak partikel logam maka akan semakin banyak yang tereksitasi yang akan kembali ke keadaan dasar sehingga sinar yang dipancarkan akan semakin banyak terbaca sebagai emisi pada alat Flame photometer. Akan tetapi terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara blanko dan sampel dimana sampel memiliki konsentrasi yang lebih besar dibandingkan konsentrasi blnko akan tetapi nilai absorbannya sama, hal ini kemungkinan dikarenakan kurangnya ketelitian praktikan dalam percobaan.   
IX.        KESIMPULAN DAN SARAN
A.    Kesimpulan
Dari percobaa yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin tingi konsentrasi larutan maka nilai absorban larutan juga akan semakin tinggi.


B.     Saran
Diharapkan kepada para praktikan selanjutnya agar lebih berhati-hati dan teliti pada saat melakukan percobaan agar data yang diperoleh lebih akurat.




















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Analisis Cd dan Cu dengan Metode SSA. http://junikomang. com/ analisis-Cd-dan-Cu.html. Diakses pada 5 Desember 2010.

Anonim. 2010. Spektroskopi Serapan Atom. http://fazza.blogspot. Com /2009/ spektroskopi-serapan-atom. Diakses pada 5 Desember 2010.

Hendayana, Sumar. 1995. Kimia Analitik Instrumen Edisi Kesatu. Semarang: IKIP Semarang Press.

Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press.

Rohman, Abdul. 2005. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Universitas Gadja Mada Yogyakarta.

Tim Dosen Kimia Analitik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Instrumen. Makassar: Labolatorium Kimia FMIPA UNM Makassar.

Tidak ada komentar: