I. JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Bilangan Koordinasi Kompleks Tembaga II
II. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan bilangan koordinasi kompleks dengan bahan CuCl2 2 H2O
III. LANDASAN TEORI
Senyawa yang tersusun atas satu atom pusat, biasanya logam atau kelompok atom seperti VO, VO2, dan TiO yang dikelilingi oleh sejumlah anion atau molekul netral disebut senyawa kompleks. Anion atau molekul netral disebut senyawa kompleks. Anion atau molekul netral yang memiliki atom pusat atau kelompok atom itu disebut dengan ligan. Jika ditinjau dari sistem asam-basa lewis, atom pusat atau kelompok atom dalam senyawa kompleks tersebut bertindak sebagai asam lewis, sedangkan ligannya bertindak sebagai basa lewis. Ikatan yang terjadi antara ligan dan atom pusat merupakan ikatan kovalen koordinasi. Sehingga senyawa kompleks disebut pula senyawa koordinasi. Jumlah muatan kompleks ditentukan dari penjumlahan muatan ion pusat dan jumlah muatan ligan yang membentuk kompleks (Ramlawaty, 2005; 1).
Senyawa molekular yang mengandung logam transisi blok d dan ligan yang disebut senyawa koordinasi. Bilangan koordinasi ditentukan oleh ukuran atom logam pusat, jumlah elektron d, efek sterik ligan. Dikenal kompleks dengan bilangan koordinasi antara 2 dan 9. Khususnya kompleks bilangan koordinasi 4 sampai 6 adalah yang paling labil secara elektronik dan secara geometri dan kompleks dengan bilangan koordinasi 4-6 yang paling banyak dijumpai (Anonim, 2010).
Menurut anonim (2010) kompleks dengan berbagai bilangan koordinasi dideskripsikan menjadi enam bagian:
1. Kompleks bilangan koordinasi dua
2. Kompleks bilangan koordinasi tiga
3. Kompleks bilangan koordinasi empat
4. Kompleks bilangan koordinasi lima
5. Kompleks bilangan koordinasi enam
6. Kompleks bilangan koordinasi lebih tinggi dari enam
Proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi adalah perpindahan satu atau lebih pasangan elektron dari ligan ke ion logam. Jadi, ligan bertindak sebagai pemberi elektron dan ion logam sebagai penerima elektron. Sebagai akibat dari perpindahan kerapatan elektron ini, pasangan elektron menjadi kepunyaan bersama antara ion logam dan ligan, sehingga terbentuk ikatan pemberi penerima elektron. Keadaan-keadaan antara mungkin saja terjadi, namun jika pasangan elektron itu terikat kuat pada kedua sarah tersebut, maka ikatan kovalen sejati dapat terbentuk. Bergantung pada susunan elektronnya, ion logam dapat menerima sejumlah pasangan elektron, sehingga ion logam itu dapat berikatan koordinasi dengan sejumlah ligan. Jumlah ligan yang dapat diikat oleh ion logam itu disebut bilangan koordinasi senyawa kompleks (Sunarya, 2003; 184).
Pada beberapa senyawa kompleks koordinasi, ikatan antara ion logam dan ligan tidak begitu kuat. Bila dilarutkan dalam air, senyawa-senyawa kompleks yang memiliki bilangan koordinasi lebih dari satu berlangsung secara bertahap dalam penambahan ligan satu persatu. Mula-mula sekali terbentuk senyawa kompleks 1:1 antara ion logam dan ligan, kemudian 1:2 dan seterusnya. Misalnya pembentukan senyawa kompleks antara ion tembaga dan ligan NH3 (Atkins, 1997; 186).
Bilangan koordinasi menyatakan jumlah ruangan yang tersedia disekitar atom atau ion pusat dalam apa yang disebut bulatan koordinasi, yang masing-masingnya dapat dihuni satu ligan (monodentat). Bilangan koordinasi untuk ion tembaga dalam [Cu(NH3)4]2+ adalah 4. Kristal CuCl2. 6H2O dan kristal CuSO4. 5H2O adalah kristal yang berhidrat atau mengikat air, sehingga jika dilarutkan dalam pelarut air akan menyebabkan kristal Cu2+ berhidrat menjadi lebih banyak dilingkupi oleh air (proses sulvasi), sehingga pembentukan senyawa kompleks Cu (II) akan sulit dan berlangsung lambat. Namun apabila kristal berhidrat tersebut dilarutkan dalam pelarut yang mengikat hidrat , seperti alkohol 96%, maka proses pembentukan senyawa kompleks Cu (II) akan lebih mudah dan berlangsung cepat. Ammonia merupakan ligan netral yang penting yang membentuk kompleks dengan ion logam (Tim Dosen, 2010; 25).
IV. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Buret 50 mL 2 buah
2. Gelas kimia 100 mL 3 buah
3. Batang pengaduk
4. Gelas ukur 10 mL dan 50 mL
5. Pipet gondok 10 mL
6. Pipet ukur 25 mL
7. Erlenmeyer 100 mL 3 buah
8. Neraca analitik
9. Spatula
10. Kaca arloji
11. Labu ukur 100 mL
12. Thermometer 110oC
13. Klem dan statif
14. Ball pipet
15. Corong biasa
16. Botol semprot
17. Pipet tetes
B. Bahan
1. Alcohol 96%
2. Aquades
3. NH4OH 17 M
4. Kristal CuCl2. 2H2O
5. Kristal Na2B4O7
6. Tissue
7. Larutan HCl
8. Indicator metal orange
9. Indicator pp
V. PROSEDUR KERJA
1. Penentuan Bilangan Koordinasi Kompleks dengan Bahan CuCl2 . 2H2O
a. Pembuatan Larutan CuCl2 0,5 M danLarutan NH3
1. Membuat 50 mL larutan CuCl2 0,5 M dalam gelas kimia 100 mL dengan melarutkan 4,30 gram kristal CuCl2 . 2H2O dalam 50 mL alkohol 96%.
2. Membuat 50 mL larutan NH35,1 M dalam gelas kimia 100 mL dengan mengencerkan 15 mL larutan NH4OH 17 M dalam 35 mL larutanalkohol 96%.
b. StandarisasiLarutan NH3
1. Dibuat 100 mL larutan Na2B4O7 0,05 N secara kuantitatif, dengan cara melarutkan 1,90 gram kristal Na2B4O7 . 10 H2O dengan aquades, kemudian mengencerkan secara kuantitatif sampai tanda batas pada labu ukur 100 mL.
2. Mengisi buret dengan cuplikan HCl dan memipet 10 mL larutan Na2B4O7 dan memasukkan kedalam labu erlenmeyer kemudian menambahkan 2 tetes indikator metil jingga. Menitrasilarutan Na2B4O7 sampai warnanya berubah. Mengulangi sebanyak tiga kali.
3. Dengan ball pipet, mengambil 10 mL larutan NH3 dan memasukkan kedalam erlenmeyer. Kemudian menambahkan 2 tetes indikator pp dan menitrasi dengan menggunakan HCl sampai larutan menjadi tidak berwarna. Melakukan titrasi sampai minimal 3 kali.
2. Penentuan Bilangan Koordinasi Kompleks Cu(NH3)2+ dengan metode titrimometri
A. Mengisi buret dengan larutan NH3 yang telah distandarisasi, lalu memipet 10 mL larutan CuCl2 secara kuantitatif dan memasukkan kedalam labu erlenmeyer 100 mL.
B. Melakukan penambahan larutan NH3 dari dalam buret kedalam erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan CuCl2 secara bervariasi, sesuai dengan perbandingan mol antara mol NH3 dan mol Cu2+ dalam tahapan reaksi pembentukan kompleks secara perhitungan teoritis.
C. Dalam setiap penambahan NH3 mengamati dan mencatat perubahan suhu dan warna larutan yang terbentuk (pengamatan suhu dan warna dilakukan sebelum penambahan NH3).
VI. HASIL PENGAMATAN
1. PenentuanBilanganKoordinasiKompleksdenganBahanCuCl2 . 2H2O
A. PembuatanLarutan CuCl2 0,5 M danLarutan NH3
4,30 g CuCl2 . 2H2O (biru) + 50 mL alkohol 96% (bening) 50 mL larutan CuCl2 (hijautua).
15 mL larutanNH4OH (bening) + 35 mL alkohol 96% (bening) 50 mL larutan NH3 (bening).
B. StandarisasiLarutan NH3
1,90 gram Na2B4O7 . 10 H2O (putih) diencerkan dengan aquades 100 mL larutan Na2B4O7
10 mL larutan Na2B4O7 (bening) + 2 tetes indikator MO larutan berwarna jingga dititrasi 3 kali larutan berwarna mera hmuda.
Adapun volume titran yang dipakai:
V1= 0,8 mL; V2= 0,8 mL; V3= 0,8 mL
10 mL larutan NH3 (bening) + 2 tetes indikato rpp (bening) larutan berwarna ungu dititrasi menggunakan HCl larutan tak berwarna (bening).
Adapun vulome titran yang dipakai adalah:
V1= 14,70 mL
V2= 14,80 mL
V3= 14,60 mL
2. Penentuan Bilangan Koordinasi Kompleks Cu(NH3)2+ dengan metode titrimometri
10 mL larutan CuCl2 (hijau tua) dititrasi dengan NH3 data sebagai berikut:
No | Perlakuan | Volume NH3 (mL) | Suhu (oC) | Warna |
1 | Titrasi I | 2,73 | 31 | Biru kehijauan |
2 | Titrasi II | 5,46 | 33 | Biru |
3 | Titrasi III | 8,19 | 34 | Biru tua |
4 | Titrasi IV | 10,92 | 35 | Biru tua |
5 6 | Titrasi V Titrasi VI | 13,65 16,38 | 32 31 | Biru tua Biru tua |
VII. ANALISIS DATA
1. Konsentrasi CuCl2
Dik: m CuCl2 . 2 H2O = 4,30 gram
Mm CuCl2 . 2 H2O = 170,5 gmol-1
Volume = 50 mL = 0,05 L
Dit: M CuCl2 =
Peny:
M CuCl2 =
M CuCl2 =
M CuCl2 =
M CuCl2 = 0,4988 M
2. NormalitasNa2B4O7
V1 . M1 = V2 . M2
50 mL . 17 M = V2 . 8,5 M
V2 = 100 mL
N = n . M
N Na2B4O7 =
N Na2B4O7 =
N Na2B4O7 = 0,0988 N
3. NormalitasHCl
NHCl =
NHCl = 1,248 N
4. Normalitas NH3
NNH3=
NNH3 = 1,834 N
5. Volume NH3 yang harusditambahkan
Mmol CuCl2~mmol NH3
MmolCuCl2 . 2 H2O =
MmolCuCl2 . 2 H2O =
MmolCuCl2 . 2 H2O = 0,025 mol
Untuk VNH3
mmol NH3 =
V NH3 =
V NH3 =
V NH3 =
Jadi volume NH3 yang harus ditambahkan dalam setiap titrasi adalah 2,73 mL
VIII. PEMBAHASAN
Pada penentuan bilangan koordinasi kompleks Cu (II) menggunakan bahan CuCl2.2H2O yang dilarutkan menggunakan larutan alkohol 96%. Larutan alkohol ini nantinya akan mengikat air yang ada pada kristal sehingga menghasilkan CuCl2 yang berwarna hijau. Dari hasil analisis data maka diperoleh konsentrasi CuCl2 yaitu 0,9409 M. Adapun persamaan reaksinya,yaitu:
CuCl2.H2O (s) C2H5OH CuCl2 (aq) + H2O (aq)
Selanjuutnya dilakukan juga pembuatan NH3 dari NH4OH 17 M. NH4OH ini juga diencerkan dengan menggunakan alcohol 96% yang juga berfungsi untuk mengikat air. Persamaan reaksi yang terjadi, yaitu:
NH4OH (aq) C2H5OH NH3(aq) + H2O (l)
Larutan NH3 yang terbentuk terlebih dahulu distandarisasi untuk menentukan konseentrasi larutan yang sebenarnya. Standarisasi larutanNH3 dilakukan dengan menggunakan titran larutan HCl, di mana larutan HCl ini juga terrlebih dahulu distandarisasi dengan menggunakan larutan Na2B4O7 yang dibuat dari kriistal Na2B4O7.H2O. Dari hasil analisi data diperoleh normalitas dari Na2B4O7 0,0988 N. larutan Na2B4O7 merupakan larutan standar primer sedangkan laruutan HCl merupakan larutan standar sekunder yang muddah mengalami perubahan dalam penyimpanan. Selanjutnya memipet 10 ml kemudian menambahkan indicator MO yang bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah mudah. Indikator MO digunakan sebagai indicator sebab larutan yang dititrasi bersifat asam, sehingga harus digunakan indicator yang bersifat basa. Dari hasil analisis data diperoleh Normalitas HCl sebesar 1,248 N.Persamaan reaksi yang terjadi :
Na2B4O7.10H2O + 2HCl 2NaCl + 4H3BO3 + 5H2O
Larutan HCl yang telah diketahui konsentrasinya dipakai untuk standarisasi larutan NH3 dengan cara memipet 10 ml larutan NH3 kemudian menambahkan indicator PP yang bertujuan untuk menentukan titik akhir titrasinya yang ditandai dengan perubahan warna dari warna ungu muda menjadi bening. Dari standarisasi tersebut konseentrasi dapat ditentukan yaitu sebesar 1,834 N. Adapun persamaan reaksinya ,yaitu
NH3 + HCl NH4CL
Pada penentuan bilangan koordinasi kompleks [Cu(NH3)]2+ dilakukan dengan menggunakan metode titrimometric. Metode titrimometri merupakan metode titrasi yang menggunakan perubahan suhu untuk menetukan titik akhir titrasi dari suatu reaksi volumetric. Dalam percobaan ini, dilakukan penambahan NH3 (ligan) secara bertahap sesuai dengan perbandingan mol Cu2+ yaitu sebesar 2,73 ml. Jadi, volume NH3 yang harus dalam perbandingan 1:1 yaitu 2,73 ml. begitu pula dengan penambahan NH3 sampai perbandingan 1:6 harus dengan kelipatan volume yang diperoleh (2,73 ml).
Untuk Cu2+ : NH3 (1:1) suhu yang diperoleh 310C dan berwarna biru kehijauan. Untuk perbandingan (1:2) suhu yang diperoleh 330C dan berwarna biru. Untuk perbandingan (1:3) suhu yang diperoleh 340C dan berwarna biru tua. Untuk perbandingan (1:4) suhu yang diperoleh 350C dan berwarna biru tua. Suhu yang diperoleh naik terus sampai perbandingan (1:4) pada proses pergantian ligan. Hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa suhu semakin meningkat hingga penambahan empat kalinya. Untuk perbandingan (1:5) suhu yang diperoleh 330C dan berwarna biru tua dan untuk perbandingan (1:6) suhu yang diperoleh 320C dan berwarna biru tua. Hal ini telah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Cu2+ hanya dapat mengikat empat ligan tau hanya memiliki bilangan koordinasi empat.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Konsentrasi larutan CuCl2, Na2B4O7, HCl, dan NH3 masing-masing 0,4980 M, 0,0988 M, 1,248 M dan 1,834 M.
2. Bilangan koordinasi Cu2+ adalah empat yang menunjukkan bahwa ion pussat Cu2+ hanya mampu menyediakan empat ruanng untuk ditempati ligan NH3
B. Saran
Diharapkan agar menghitung volume NH3 dengan cermat agar hasil yang didapatkan sesuai dengan teori.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Bilangan Koordinasi dan Struktur. (http://www.chem-is-try.org/bilangan_koordinasi/).
Atkins. 1997. Kimia Fisika Edisi Keempat Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Ramlawati. 2005. Kimia Anorganik Fisik. Makassar: FMIPA UNM.
Sunarya, Yayan. 2003. Ikatan Kimia. Bandung: JICA.
Tim Dosen Kimia Anorganik. 2010. Penuntun Praktikum Kimia Anorganik. Makassar: jurusan kimia FMIPA UNM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar